Social Icons

.

Pages

21 Nov 2012

PANDANGAN TERHADAP MUSIK METAL dan MUSIK METAL ISLAMI

Postingan saya kali ini masih membahas  Musik Metal, dengan bahasan adakah hubungan musik metal dengan satanisme. Menurut saya pribadi musik metal bukanlah suatu aliran musik yang mengharuskan untuk menjadi musik dengan anutaan satanisme mungkin ada beberapa, tapi tiak semua musik metal itu berhubungan dengan satanisme. Buktinya ada juga band Metal Islami yang disetiap liriknya yang menggemakan nafas Islam dengan tetap mempertahankan genre musik metal.


di dipostingan kali ini saya berharap kita bisa membuka wawasan kita dan bisa memandang lebih jernih segala permasalahan. 
Setiap subyek di dunia ini selalu punya dua sisi, hitam dan putih. Tentunya kita bisa menjadi manusia yang "lebih dewasa" ketika melihat sesuatu dengan bijak. Dan, tidak serta-merta menjeneralisasi suatu hal kedalam pemikiran negatif semata.
Soal penilaian akhir, apakah nantinya tetap meletakkan musik metal sebagai perpanjangan tangan satanisme, atau mau menerimanya hanya sebagai ruh musik yang berdiri pada alirannya sendiri, ya terserah pandangan masing-masing orang.

jadi mari kita baca dengan seksama...

Satanisme dan perilaku yang tercakup didalamnya,  adalah hal yang selalu dikaitkan dengan musik Black Metal hingga saat ini. Entah siapa yang memulai, namun masyarakat bawah tanah seolah percaya saja tentang pengutusan itu. Seolah terjadi penyeragaman ide, bahwa menjadi musisi Black Metal itu haruslah seseorang yang Anti Tuhan.
Ujung-ujungnya, banyak masyarakat awam mencibir dan menganak-tirikan musik Black Metal hingga seolah tidak layak di dengar dan di kemukakan pada khalayak. Singkatnya, apakah semua musisi Black Metal haruslah manusia yang satanis, atau haruskah semua penganut satanis memainkan musik Black Metal?

Sejarah panjang Satanisme d­i wilayah Black Metal Indonesia, tidak terlepas dari catatan pergerakan “Inner Circle” yang dipelopori Oystein Aarseth a.k.a Euronymous (Mayhem) sebagai orang nomor satu, dan Varg Vikernes a.k.a Count Grishnackh (Burzum) sebagai tangan kanannya. Bersama ke 12 anggotanya, termasuk Ihsahn, Samoth dan Faust (Emperor), juga Fenriz (Darkthrone), mereka memimpin komunitas Black Metal Norwegia melalui kelompok “Inner Circle”.
Ide mereka sederhana. Menyatakan perang terhadap Kristenisasi yang terjadi di wilayah Norwegia. Ini karena Kristen, yang notabene merupakan agama mayoritas di Eropa, dinilai berbanding terbalik dengan semangat mereka sebagai anak-anak Odin (Dewa Bangsa Viking). Kristen dianggap sebagai agama yang lemah, sementara mereka sebagai keturunan Viking, adalah bangsa yang menjunjung tinggi kekuatan.

Gagasan mereka kemudian diwujudkan melalui serangkaian aksi anarkis. Diantaranya tindakan pembakaran terhadap belasan gereja kuno yang menjadi simbol kebanggaan Kristen di Norwegia. Aksi tersebut, sontak mendapat kecaman internasional. Maka dari sanalah, mereka mendapat label sebagai penganut “Satanis”.
Kenyataannya, ideologi “Satanisme” yang dikembangkan di genre musik Black Metal di Norwegia, lebih mengacu pada semangat untuk mengembalikan budaya Pagan Kuno, termasuk kebangkitan budaya Viking. Artinya, Satanisme dalam konteks para prajurit logam hitam asal Norwegia ini, TIDAK SAMA dengan paham Satanisme ajaran Anton LaVey melalui “Church of Satan”-nya. 


perlu dicatat, mereka (grup band di atas), pada dasarnya menganut paham Satanisme sebagai ideologi dalam bermusik. Tidak salah jika akhirnya muncul stigma sempit bahwa musik Black Metal identik dengan Satanisme, atau perlawanan terhadap kepercayaan tertentu.

Jika diperhatikan, para musisi dari negara-negara yang berlainan memiliki ideologi berbeda satu sama lain. Kecuali Mayhem dan Marduk yang menancapkan satanisme sebagai ideologi bermusik, ternyata banyak group band Black Metal yang tidak melulu berkutat di satanisme. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor referensi yang cukup kuat yang membuktikan bahwa Tidak Semua Musisi Black Metal menganut paham maupun gaya hidup Satanisme ataupun sebaliknya.

Sampai di sini, dapat kita tarik sebuah kesimpulan awal, bahwa sebenarnya genre adalah satu hal yang terpisah dari ideologi. Artinya, konsep musik sebuah band itu tidak mesti sama dengan konsep yang dipunyai band lain.

Sederhananya, Satanisme dan Black Metal adalah satu kesatuan terpisah yang berdiri sendiri-sendiri. Musisi Black Metal tidak secara keseluruhan mengusung konsep satanisme seperti yang acap kali kita dengar dalam pembicaraan masyarakat umum di warung-warung kopi, toserba, restoran, kios majalah, yang menganggap bahwa Black Metal adalah musik sesat, asal bunyi, tak layak dengar dan setumpuk cibiran bahkan cacian dan hujatan keras lainnya terhadap musik ini.

Di lain pihak, apa pernah ada yang bisa membuktikan para penganut paham satanis seperti Ku-Klux-Klan maupun sekte-sekte sesat lainnya, adalah penggemar musik Black Metal, ataupun sebaliknya?

Sudah saatnya, para penggiat Black Metal membekali diri dengan kematangan konsep dan keluasan wawasan sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam menyampaikan visi dan misinya.

Proses pembelajaran dan pendewasaan dalam konteks Black Metal sangat perlu dilakukan dengan berkesinambungan, sehingga nantinya akan mengikis pemikiran tidak penting yang menempel lekat dibalik jubah besar Black Metal.

Band Metal Islam

Tak dipungkiri band metal lahir dari peradaban Barat yang bobrok. Peradaban itu memengaruhi jiwa anak-anak muda yang gelap. Mereka larut menjadi individu yang bingung menatap masa depan, tertipu oleh propaganda sesat kaum laknat, hingga menjadi pemuja setan, syahwat, anti kemapanan, bahkan mengabaikan Tuhan. Ketika hidayah Islam datang, pondasi itu terguncang. Anak-anak Metal yang terlahir sebagai Muslim, mulai menyadari, bahwa mereka secara kultur dan karakter sudah dijadikan ’hamba-hamba sahaya’ yang terjajah. Eksistensi tumbuh, ketika Islam menjadi ideologi, kesadaran baru dan amaliyah mereka.

  
Adalah Tengkorak dan Purgatory, dua kelompok band metal paling senior dan legendaris di kalangan underground, tampil sebagai pendobrak yang mengguncang ideologi band cadas keluar dari pakemnya, yakni dengan menjadikan Islam sebagai nafas hidup mereka. Eksistensi ”sang legend” sebagai agen perubahan menginspirasi generasi metal selanjutnya. Sebut saja seperti The Roots of Madinah, Punk Muslim, AfterMath, Keep it True, Stranded, Qishash, Salameh Hamzah, dan Barat Hijau Indonesia.
Kesatuan visi inilah yang mempersaudarakan mereka sebagai komunitas yang unik dan berbeda. Dari sinilah tercetus “Urban Garage Festival”, semacam forum mereka untuk berkumpul dan berkreasi, bahkan berdakwah dengan pendekatan yang mereka pahami. Dalam kapasitas itu, mereka tak sekadar tampil sebagai musisi beraliran cadas, melainkan juga sebagai dai.

Kesimpulanya, tidak semua band metal menganut satanisme, buktinya ada band metal yang menjadikan islam sebagai pondasi, sebagai nafas hidup mereka. dan saya berharap semua band metal kelak akan menjadikan islam sebagai pondasi mereka dalam bermusik. Jadi bagaimana menurut pendapat anda ??


(source:http://dranak.blogspot.com, http://suara01.wordpress.com)

Tidak ada komentar: